Jumat, 03 April 2015

Trip to Fukuoka ~Day 0 : Joy, Presentation, Bus Cards~

*ahem

Sekali lagi, sudah hampir dua tahunan saya gak ngepost yang rada penting. Mumpung lagi ada waktu (dan gak males), jadi sekarang saya mau bagi-bagi pengalaman saat saya jalan-jalan gratis ke Fukuoka (punten ya, ceritanya telat).... 

.....tapi tunggu! Sebelum itu, saya mau cerita dulu, kok bisa saya bisa gratis kesana, ehehehe~

2014, tahun lalu, tepatnya tanggal 28 Agustus, saya melakukan salah satu kegiatan rutin saat tidak ada kerjaan, yaitu buka Facebook, dan kemudian ada sebuah notifikasi. Saya di-tag pada sebuah foto, yang ternyata merupakan sebuah pengumuman. Bukan orang hilang ataupun cari jodoh, ternyata pengumuman sebuah program.

tab banyak banget, gak lemot tuh?

Mas Rizky Fajar Ryanda, biasa dipanggil Mawar Fajar, sobat saya di kampus, ketua kelas sebelah, yang mengabarkan saya pertama kali tentang program ini. Saya lihat lagi, yang mengumumkan program ini adalah Japan Foundation (yg gak tahu ini apa, try Google). Pertama saya lihat, yang kebaca cuma "Study"nya doang, saya pikir,"ngapain ini si Fajar, nyuruh saya ke seminar apa...", tapi ternyata ini adalah program jalan-jalan gratis ke Fukuoka, Jepang selama 7 hari.

Ke Jepang, gratis cuy!

Tanpa basa-basi dan tanpa baca semuanya, saya langsung ke bagian syarat dan kondisi, dan....


Kepikiran kenapa dia gak daftar sendiri program ini aja, ternyata salah satu syaratnya harus belum pernah ke Jepang (beliau sudah pernah ke Jepang). Kebetulan saya sehat jasmani dan rohani (udah dites sama mamah ke dokter) dan baru saja lulus JLPT N2 (seperti TOEFL untuk bahasa Jepang dan berlevel, lebih jelasnya try google), iya cobalah saya daftar. Kemudian saya coba scroll dikit kebawah, ke bagian prosedur pendaftaran.


Presentasi, dalam Bahasa Jepang.

Duh, ane biasanya ngomong depan orang suka gagu-gagu, disuruh bikin video presentasi pake bahasa Jepang lagi, ya gitu. Akhirnya saya minta saran ke sobat saya tadi, Fajar, karena kalo gak salah dia pernah bikin ginian juga. Selain itu, dia menawarkan untuk bantu merekam dan meminjamkan saya papan tulis sebagai alat bantu (tapi kameranya saya yang cari sendiri, yaudah saya pinjam ke temen sekelas). Malamnya, kami berdiskusi untuk presentasi di kamar kos saya.

Lu ngapain malah foto-foto coey
.....okay. Malam itu malah jadi ajang tes foto-foto pake kamera orang sama curhat colongan. Kita sepakat besok siangnya, setelah kelas selesai, mau mulai ngerekam (karena gak ada waktu lagi, soalnya udah hari deadline). Buat isi presentasinya, iyah, kepikiran lah, tinggal ditulis di papan yang disediakan.

Dan keesokan harinya...

"Jir, tulisan ane butut pisan."

Difoto dari sudut begini biar keternyenian.
Betewe itu tisu buat ngapus papan loh ya
Kami merekam di pelataran kampus kami. Jadi, papan ditulis dengan bahan-bahan presentasi (apa yg pengen ane lakukan di Jepang, yada yada). Saya jg nyiapin bahan-bahan tambahan macam print-out gambar, card game, sama beberapa CD single koleksi saya (ada AKB48, Iwasa Misaki, sama Watarirouka Hashiritai 7). Camera roll-on, dan rekam.

Yang penasaran video presentasinya, bisa liat disini (pake bahasa Jepang, watch at your own risk):

 


Rekaman kelar, yey~

....pengennya ngomong gitu, setelah itu saya pulang dan bermodalkan internet kosan (dengan kecepatan dibawah rata-rata dan rebutan), saya mencoba mengunggah video tersebut ke situs Youtube...

...dan sampai berapa puluh kali gagal. Panik. Iya, saya panik. Soalnya itu sudah malam sekali, dan deadline-nya hari itu juga. Setelah diteliti, ternyata saya lupa kalau video mentah yang baru direkam itu ukuran file-nya terhitung besar.

"Aing bego. kuduna di-resize heula."

Okay, setelah bergumam seperti itu, saya resize sampai ukuran Youtube-wi (maksa), dan akhirnya bisa terunggah dengan mudah (kenapa gak dari tadi ah). Setelah itu, saya kirim email pendaftaran, dan selesailah tahap awal. Yey~

.....but WAIT!! Sebelum benar-benar diterima, perjalanan masih belum selesai. Saya baca lagi bagian selanjutnya dari prasyaratan dan kondisi, kemudian....


Hee, jadi ada wawancaranya toh, dan yang dipilih 4 orang. Okeh, tanggal 5 September. Dua hari kemudian. Gak ada cara lain selain menunggu dan minta doa (setelah keunggah, saya langsung nelpon mamah buat minta doa). Sempet iseng ngecek di Youtube, siapa aja yang ngunggah video yang sama kayak saya ini, dan ketemu 8 video (judulnya sama semua jadi gampang dicari). Okay, saingan saya ada 7 orang, gak keitung banyak lah, pikir saya, Tapi kau tetap tidak boleh lengah!

Dan hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Kebetulan saat itu, hari Jumat, dan saya sedang di rumah nenek. Pagi yang tenang, sekitar jam 10, ada telepon dari nomor tak dikenal....

...ternyata, SAYA LULUS KE TAHAP INTERVIEW, WOOHOO~!!!!

....dengan senang saya berteriak. Untung nenek lagi keluar. Kemudian diberitahu lagi, sejam dari sekarang saya akan di telepon lagi untuk di-interview oleh orang Jepang langsung. Seketika rasa senang berubah menjadi rasa tegang. Okey, satu jam. Selama satu jam, saya duduk di ruang tamu, diam sambil memandang smartphone saya diatas meja, menunggu panggilan. Kemudian datanglah telepon, yang memberitahukan bahwa akan ditelpon lagi nanti dan langsung oleh orang Jepang. Kenapa harus ditelpon dua kali, saya juga bingung. Yaudahlah, ikutin aja. Telpon ditutup, dan yang beberapa saat kemudian berbunyi lagi. Sekarang yang menelpon orang Jepang, ibu-ibu tepatnya. Saya ditanyai beberapa hal, tentang bahasa Jepang saya dan konten video yang saya unggah. Wawancara yang singkat tapi menegangkan, dan akhirnya selesai. Okeh, tinggal tunggu hasilnya.


Beberapa hari pun berlalu. 

Lalu datanglah, tanggal yang ditunggu-tunggu. 8 September 2015. Saat itu, saya yang kelelahan dari kegiatan perkuliahan (yang seharusnya tidak terlalu melelahkan, saya aja begadang terus), sesampainya di barak pengungsian alias kostan tercinta (kebetulan kuliah hanya sampai siang), saya langsung terkapar diatas kasur, tertidur yang mendekati jatuh pingsan.

Terkapar sekitar 3 jam, saat bangun sudah jam sekitar 5.

Okay, mungkin sama seperti yang dilakukan kebanyakan pemuda, sesaatnya membuka mata langsung melihat ponsel. Niatnya sih cuma liat jam (yang sebenernya rada gak perlu soalnya tinggal liat jam dinding), tapi saya liat ada sampai sekitar sebelas panggilan tak berbalas (bukan cinta) alias missed call. Khawatir bingung, karena semua berasal dari nomor yang sama, dan nomor itu tidak terdaftar di ponsel saya. Ada pesan singkat juga dari nomor yang sama, mengatakan saya untuk segera mengecek email. Okay, saya nurut saja. Toh emang saya biasa rutin liat email. Lalu...

.
 

"MAMAH SAYA LOLOS!! AKHIRNYA ANAKMU BISA KE JEPANG!!!"

Saya menjerit kegirangan. Screenshot ini pun saya post ke facebook dengan perasaan senang juga (yang mendapat like sampai 70 lebih, bagi saya kelewat banyak). Langsung saya telepon rumah, makasih sama mamah atas doanya, dan yang jelas saya telepon balik nomor yang missed call tadi. Yang menelepon adalah Ibu Apin dari Japan Foundation, yang meninstruksikan saya untuk mengisi sekitar lima lembar formulir (formulir pendaftaran, perkenalan diri, cek kesehatan, rekomendasi, dan kemampuan bahasa jepang). Untuk yang pertama dan kedua terhitung mudah karena saya bisa mengisi sendiri. Untuk yang ketiga, cek kesehatan, harus diisi oleh seorang dokter, saya sampai harus membolos kelas pagi (yang ternyata merupakan kelas lumayan penting), harus ditusuk jari buat tes darah, dialirkan listrik dar sebuah alat aneh (kardiograf kitu ngaranna), rontgen, dan prosedur lainnya yang memakan waktu dan uang (hasil rontgen-nya sempat terlambat sehingga saya dimarahi oleh Ibu Apin karena telat mengirim berkas). Untuk formulir keempat dan kelima, harus diisi oleh ketua prodi jurusan saya. Ibu Puspa, ketua prodi Sastra Jepang Unpad, kebetulan beliau adalah orang yang sibuk sehingga mengejarnya pun butuh waktu yang lama (yang ternyata ujung2nya saya isi sendiri. beliau tinggal menandatangani saja). Semua selesai, Ke kantor pos, kirim berkas (yang paket telat tea), dan selesailah tahap awal.....

IYA GITU?!

Kepikiran juga. "Ai VISA kumaha?". Selama ini saya kira akan diurusi oleh pihak sana, tapi kok asa gak yakin yah. Walaupun begitu, dari pihak Japan Foundation sudah dikonfirmasi berkasnya sudah sampai. Yang saya bisa sekarang hanya menunggu kabar.


Lalu, setelah penantian sekitar sebulan. 4 Oktober 2014. Kebetulan saat itu saya sedang merekam video Kokoro no Placard Bandung version bersama teman-teman saya (penasaran? coba search di youtube). Kami sedang istirahat di salah satu restoran cepat saji ala Jepang di sebuah town square terkenal di Bandung. Iseng seperti biasa, saya mengecek ponsel saya. Saya mendapatkan sebuah email. Yang ternyata adalah....



"Waw, akhirnya surat cinta dari negeri seberang pun tiba!" ujar saya pada teman saya yang kebetulan sedang menyantap sebuah bento yang harganya menengah keatas. Bersamaan dengan lampiran surat diatas, bertuliskan e-mail dengan bahasa Jepang, alhamdulillah saya ngerti. Ternyata penanggung jawab dari program ini mengirim e-mail secara langsung pada saya. Dalam e-mail tersebut, terlampir surat resmi dari pemerintah Fukuoka, instruksi langkah pendaftaran selanjutnya, dan formulir pendaftaran (formulir lagi?!). Jadi, dalam email itu, penanggung jawab program ini, Bapak Taito Kameishi, menginstruksikan saya untuk membaca instruksi langkah pendaftaran baik-baik (yang nyatanya, tidak saya baca semua, maaf...), mengisi formulir pendaftaran, dan mengirimnya kembali kepada beliau lewat e-mail beserta dengan hasil scan bagian identitas dan cover passport. Dalam e-mail tersebut pun dituliskan bahwa dokumen asli dari lampiran tersebut sudah dikirimkan ke kantor Japan Foundartion Indonesia.

"Dokumen asli? Buat apa, kan udah ada softcopy-nya?"

Ternyata, untuk mengajukan visa, dibutuhkan dokumen asli, karena ada cap resmi dari pemerintah Fukuoka. Okay, setelah saya mengisi formulir dan mengirimnya kembali, yang saya bisa lakukan tinggal menunggu kabar dari Japan Foundation.

Kemudian, beberapa hari kemudian, saya kembali ditelepon oleh Ibu Apin, yang memberitahukan bahwa dokumennya sudah sampai, dan meminta saya untuk datang ke kantor Japan Foundation Jakarta. Kebetulan tempatnya di depan sebuah mall bernama fx Lifestyle yang kebetulan sering saya kunjungi, karena itu saya hafal (jangan tanya kenapa saya sering ke fx). Kebetulan, saya hanya bisa datang hari Rabu pada minggu itu (soalnya kebetulan lagi gak ada kelas), yang ternyata Ibu Apin nya sedang tidak ada, jadi dititipkan di meja depan. Okay, pada hari Selasa siang, saya langsung berangkat menuju Bekasi, rumah orang tua saya.

"Lho, kok bukan Jakarta?"

Biasanya, kalau ingin ke Jakarta, saya berangkat dari Bekasi naik motor. Tapi, kali ini, bapak saya menawarkan untuk mengantarkan ke sana. Lalu, Rabu pagi pun kami berangkat, bertiga dengan ibu saya (kenapa bertiga? Soalnya Jl, Sudirman, tujuan saya, itu daerah 3-in-1). Setelah mengambil berkas, kami berencana langsung ke kantor kedutaan besar Jepang untuk mengurus visa, yang ternyata berakhir dengan kurangnya satu berkas, yaitu surat bukti pernyataan mahasiswa aktif. Yaudah, no choice but balik dulu ke kampus. Awalnya saya meminta tolong kepada salah satu sobat saya untuk mengurusi, yang ternyata berakhir dengan salah bikin (maaf ya fal, saya ngerepotin...)

Suratnya baru bisa jadi hari senin minggu depannya. Setelah jadi, karena sudah mepet (bikin visa butuh 3-4 hari, dan visanya harus sudah jadi sekitar seminggu sebelum berangkat), tadinya niatnya mau dikirim lalu minta diuruskan oleh bapak saya, tapi karena takut tidak sempat, malamnya saya berangkat sendiri ke Bekasi. Besok paginya, saya berangkat sendiri ke Jakarta naik bis (ayah saya sudah harus berangkat kerja), mengurus visa sendiri (yang ternyata lama di nunggunya), dan selesai dengan selamat. Saya diinstruksikan untuk datang lagi membawa bukti pembuatan visa pada hari Jumat. Karena saya tidak bisa, saya titipkan bukti tersebut ke Ibu saya agar diambilkan oleh bapak. Okay, dan hari itu juga pun, saya langsung pulang ke Bandung dari Jakarta.

Akhirnya visa kelar. Tinggal nunggu jalan ke sana...... EH TAPI....?!

Ternyata saya tidak menunggu jalan sembari bengong dan salto (gak salto juga kali). Saya saling bertukar e-mail dengan bapak yang menjadi penanggung jawab program ini, Mr. Taito Kameishi. Beliau menanyakan kepada saya tentang makanan yang dilarang, alergi, yang tidak disukai, dan lain-lain, untuk memastikan saya benar-benar bisa mengikuti program ini dengan tenang dan menyenangkan. Beberapa minggu sebelum berangkat, saya diminta oleh beliau untuk menuliskan sebuah pidato, dalam bahasa Jepang tentunya masa bahasa Sunda, entah untuk apa tapi saya nurut aja.

Tanggal 11 November 2014, hari Rabu. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba.


Sebelum hari itu, saya menulis surat izin untuk tidak masuk selama dua minggu (soalnya berangkatnya Rabu, pulangnya juga Rabu, sekalian we liburin itu dua minggu), lalu menembus hujan untuk menitipkannya kepada teman saya sekaligus ketua kelas baru (dulu saya, tapi saya diturunkan), Mas Briandi, yang kita ketemuannya di Terminal Leuwi Panjang (rumah dia deket-deket situ). Bahaya kan dua minggu diitung bolos.

Saya sudah standby di kediaman orang tua saya di Bekasi, biar deket, dari hari Senin (yah, udah izin dua minggu, sebenernya bisa aja kuliah hari Senin). Saya berangkat sekeluarga (kecuali adik saya yang pertama, soalnya di Bandung da kuliah di ITB) naik mobil menuju Bandara Soekarno-Hatta. Pesawat saya berangkat sekitar jam 10, boarding jam setengah 10. Kami berangkat dari rumah jam 5 sore, sampai sekitar jam 7 (lumayan macet cuy). Kami makan di salah satu restoran fastfood ala Amerika di sana, lalu saya menuju loket tiket untuk menukar tiket.

Kemudian, jam 9 pun saya pindah ke boarding room, sendiri (ya iya lah). Sebelum pergi, saya berfoto dulu sama mamah saya, biar berkah.




Di boarding room pun sempet2in main game ginian, takutnya disana ditahan gara2 bajakan.




Walau debar membakar dada, rada nervous karena ini pertama kalinya saya naik pesawat pergi ke Jepang, saya berangkat!!!


bersambung ke part selanjutnya bila saya gak hoream.







 

Tidak ada komentar: